TOKOH DAN PEMIKIRAN IDEOLOGI MODERN

TOKOH DAN PEMIKIRAN IDEOLOGI MODERN


  •  Sekularisme


1.    ​Filsuf Baron d'Holbach

Pemikiran: 

Bahwa sekularisme adalah suatu pandangan bahwa pengaruh lembaga keagamaan harus dikurangi sejauh mungkin bahwa moral & pendidikan harus dipisahkan dari agama. 


2.    Aji Abdurrazid

Pemikiran:

Seorang yang mempunyai konsentrasi terhadap sekularisme menganggap bahwa Al-Quran tidak terdapat pembahasan yang berkaitan dengan negara Islam. 


  • ​Materialisme


1.    ​Julient de Lamettrie

Pemikiran:

Bahwa manusia dan hewan itu sama, sama dalam artian manusian dan hewan dianggap sebagai mesin


2.    Ludwig Feurbach

Pemikiran:

Sesuatu yang ada hanyalah materi kalaupun sesuatu tersebut benar ada maka ia pasti memiliki jumlah dan jumlah itu sendiri bisa diukur. 

Bahwa suatu metafisik, etika humaniatis dan epistimologi menjunjung tinggi alat indera. 


  • ​Rasionalisme


1.    ​Rene Descartes

Pemikiran:

Secara sederhana bisa dikemukakan sebagai imbauan untuk mencari kebenaran yang menghadirkan kenyataan yang tak tergoyahkan, yang benar-benar tak bias di ragukan lagi.


2.     G.W Leibniz

Pemikiran:

Bagi spinoza alam semesta ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab. Sementara substansi Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafatnya adalah prinsip akal yang mencukupi yang secara sederhana dapat dirumuskan "sesuatu harus mempunyai alasan". Bahkan Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakan-Nya.


  • ​Positifisme


1.    ​Emile Durkheim

Pemikiran:

Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.


2.    H. Taine 

Pemikiran:

Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.


  • ​Empirisme


1.     Francis Bacon

Pemikiran: 

Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati.


2.      John Locke

Pemikiran:

Bahwa pengetahuan di dapat dari pengalaman inderawi. Tanpa mata tidak ada warna, tanpa telinga tak bunyi, dan sebagainya. Teori empirisme berasal dari pandangan "Tabularasa" John Locke yang merupakan konsep epistemologi yang terkenal Tabularasa (blanko, tablet, kertas catatan kosong), digambarkan sebagai keadaan jiwa. Jiwa itu laksana jiwa kertas kosong, tidak berisi apa-apa, juga tidak ada idea di dalamnya. Ia berisi sesuatu jika sudah mendapatkan pengalaman di dalam pengalaman itu kita dapatkan seluruh pengetahuan dan dari sanalah asal seluruh pengetahuan.



PANDANGAN SEKULARISME MENURUT PARA TOKOH




1.    Yusuf Qardhawi

Pemikiran:

Menurut Yusuf Qardhawi kemunculan sekularisme di Barat terjadi karena beberapa Faktor, di antaranya ialah: faktor Agama, yaitu berkenaan dengan ajaran Bibel sendiri. Faktor pemikiran, yaitu pertentangan doktrin Gereja dan ilmu pengetauhan yang berkembang pada waktu itu.
 
Sekularisme yang terjadi di Barat Menurut Yusuf Qardhawi tidak dikenal dalam warisan Islam. Karena pemisahan antara Agama dan non Agama adalah pemisahan yang tidak ada akarnya dalam tradisi Islam. Pemisahan tersebut datang dari luar tradisi Islam, yaitu dari Barat Masehi. Dalam tradisi Islam tidak dikenal adanya dua kekuasaan, kekuasaan Agama dan kekuasaan Duniawi. Agama dan dunia diibaratkan antara ruh dan jasad, tidak ada pemisahan antara keduanya, Ruh dan jasad menyatu dalam satu kesatuan.

Maka Yusuf Qardhawi menyimpulkan bahwa ada empat faktor kemunculan Sekularisme di Barat, beliau juga mengkritiknya dengan mengatakan bahwa hal tersebut semuanya tidak terjadi di dunia Islam sehingga sangat disayangkan apabila Sekularisme muncul di dunia Islam. 

  • Kritik Yusuf Qardhawi terhadap Sekularisme
Disini Yusuf Qardhawi mengkritik dengan mengatakan bahwa penerjemahan kata Secularism (Inggris) dan Secularite, atau laique (Prancis) menjadi kalimat Al-‘Ilmaniyah dalam bahasa arab adalah penerjemahan yang tidak mendalam. Karena lafazh al-ilmu dalam bahasa Inggris dan Prancis diterjemahkan dengan kata Science. Dan kelompok ilmuwan disebut scientific. Sedangkan penambahan huruf alif dan nun (pada kata alilmaniyah) adalah tidak rasional dalam bahasa arab, atau dalam aspek penisbatan ism. Karena yang ada adalah kalimat seperti rabbaniy penisbatan kepada kata rabb (Tuhan), tetapi didalam ulama-ulama modern banyak bermunculan kata-kata seperti ruhaniy, nafsaniy, nuraniy juga banyak dipakai oleh para pembaharu, ungkapan seperti aqlaniy, syakhshaniy dan Ilmaniy. Secularism lebih cocok diterjemahkan menjadi Al-Ladiniyah atau ad-dunyawiyah, karena kata secularism tidak hanya bertolak belakang dengan masalah-masalah akhirat, tetapi juga tidak mempunyai hubungan apapun dengan Agama. Kalaupun ada, hubungan itu hanya bersifat konfrontatif.
Sedangkan penerjemahan kata Secularism menjadi Al-Ilmaniyah, di karenakan penerjemahnya tidak memahami dua kalimat, Ad-dien (Agama) dan Al-Ilm (Ilmu Pengetauhan), kecuali dengan pemahaman Barat Kristen. Karena ilmu dalam pemahaman Barat, berseberangan dengan Agama, Ilmu dan Akal keduanya bertentangan. Begitu pula, Sekularisme dan Rasionalisme, keduanya bertentangan dengan Agama.

Kritikan Yusuf Qardhawi bahwa pemaknaan kata Secularism menjadi Al-Ilmaniyah (dalam bahasa Arab), tidak mendalam dan tidak ada hubungannya dengan lafazh Al-Ilmu. ini sama dengan apa yang dikritik oleh Ghalib ibn 'Ali 'Awajiy, Safar Ibn Abdurrahman Al-Khuwaily,34 beliau mengatakan bahwa Al-Ilmu (Arab) apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Ingris menjadi Science (Inggris). Sedangkan Secularism lebih cocok apabila diterjemahkan dengan lafazh Al-Ladiniyah atau ad-dunyawiyah.



2.    Buya Hamka

Pemikiran:

Semua yang ada ini adalah dinding yang membatas kita dengan dia. Namun, apabila kita dengan jiwa yang kuat sudi menembus dinding itu, yakni dengan penglihatan ruhani yang bersih, niscaya terbukalah hijab itu. Hanya mata yang lahir ini saja yang melihat batas itu, melihat gunung menjulang, ombak berdebur, awan mengepul di udara, kembang mekar dan indah. Adapun mata ruhani mulai menembus dinding itu. Bukan dinding lagi yang kelihatan, tetapi penciptaan dari segalanya itu, Allah SWT” (Hamka, Falsafah Ketuhanan, 2018: 155-157). Menjadi suatu kewajiban bagi manusia, terutama umat Islam untuk selalu merenungkan alam semesta dengan akal pikiran dan hati yang bersih, niscaya akan tersingkap tiga sifat Sang Pencipta: Jamal (indah), Jalal (agung), dan Kamal (sempurna).

  • Penolakan Buya Hamka Terhadap Sekularisme
Cara pandang yang senantiasa melibatkan Allah (Bismillah) seperti itulah yang menuntunnya untuk terus berbuat baik kepada alam semesta dengan memanfaatkannya, bukan merusaknya. Cara pandang seperti ini berbeda dengan cara pandang sekulerisme yang menolak untuk melibatkan Allah dalam mengindera segala sesuatu. Cara pandang sekuler hanya melihat objek sebatas aspek materi dan sebatas dunia ini saja.

Dampak pengajaran sains modern yang sekuler dapat menyeret manusia ke jurang Neraka Jahannam. Sains sekuler bisa menjauhkan manusia dari Tuhan. Padahal, tujuan utama belajar adalah untuk semakin menguatkan iman dan berakhlak mulia, sehingga menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Itulah yang disebut sebagai Ilmu Nafi’ oleh Imam al-Ghazali. Patut kita renungkan peringatan Allah SWT: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS 7: 179).




3.    Nazib Al-Attas    ( Syed Muhammad Naquib al-Attas )

Pemikiran:

  • Pengaruh Sekularisme Terhadap Dunia Islam
Menurut al-Attas, sejak kemunculan sekularisme, bidang yang pertama mendapat akibatnya adalah bidang politik. Karena tujuan sekularisme juga adalah supaya agama dan tidak campurtangan dalam urusan keduniaan. Oleh itu urusan keduniaan diserahkan sepenuhnya kepada penguasa politik. Sedangkan agama dibatasi pada ruang lingkup ritual dan spiritual.

  • Penolakan al-Attas Terhadap Sekularisme
Al-attas berpendapat bahwa, kesilapan besar yang dilakukan oleh sekularisme antara lain adalah pembebasan alam dari unsur-unsur keagamaan, beliau mengatakan:
Bagian-bagian utama dari dimensi sekularisasi adalah: ‘penghilangan pesona dari alam tabi’i, peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dari politik dan penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai-nilai agama dari kehidupan.

Dalam penulusurannya, al-Attas mendapati bahwa istilah penghilangan nilai-nilai ke-Ilahian pada alam tabi’i (disenchantment of nature) merupakan sebuah istilah yang dipinjam ilmuan Barat dari seorang filsuf sosiolog Jerman, Max Weber. Weber mengatakan, alam tabi’i harus dibebaskan dari unsur-unsur keagamaan dan menghapuskan makna-makna rohani, dewa-dewa dan kuasa sakti dari alam tabi’i, serta memisahkannya dari Tuhan dan membedakan manusia dari alam tabi’i. Dengan demikian manusia tidak lagi menganggap alam sebagai sesuatu kejadian yang suci, sehingga membolehkan manusia untuk bertindak bebas terhadap alam dan memanfaatkannya mengikuti selera keperluan dan rancangannya, maka dengan demikian manusia dapat menciptakan perubahan dalam sejarah pembangunan.

  • Alasan Penolakan al-Attas terhadap Sekularisme Barat
Dalam pengamatannya al-Attas menyatakan bahwa telah banyak tantangan yang muncul di tengah-tengah kehidupan manusia, tetapi tidak ada yang lebih serius dan merusak dari tantangan yang dibawa peradaban Barat hari ini. Dalam Islam dan Sekularisme, al-Attas mencatat: Telah banyak tantangan yang muncul di tengah-tengah kekeliruan manusia sepanjang sejarah, tetapi barangkali tidak ada yang lebih serius dan lebih merusak terhadap manusia daripada tantangan yang dibawa oleh peradaban Barat hari ini. Menurut al-Attas, bermasalahnya peradaban Barat itu disebabkan: Barat merumuskan pandangannya terhadap kebenaran dan realitas bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu dan dasar-dasar keyakinan agama, tetapi berdasarkan pada tradisi kebudayaan yang diperkuat oleh dasar-dasar filosofis.

Al-Attas juga mengatakan: Dibanding dengan Islam, peradaban Barat tiada menjelaskan kaitan antara ilmu dan agama, hikmah dan keadilan, akhlak dan budi pekerti. Mereka hanya menganggap bahwa ilmu itu hanya sebagai perkara aqliah belaka, tanpa ada kaitannya dengan agama.




4.   Nurcholish Madjid

Pemikiran:

Menurut Nurcholish Madjid mengatakan bahwa sekularisasi tidaklah bermaksud sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum muslim menjadi sekularis. Konsep sekularisasi Nurcholish Madjid dimaksudkan sebagai lembaga bagi umat Islam untuk “membedakan” bukan “memisahkan” persoalan dunia dan akhirat. Dengan kata lain, Nurcholish mencoba memberikan penafsiran baru mengenai istilah tersebut.

Dalam Nurcholish Madjid, sekularisme bukan pemisahan antara urusan dunia (negara) dengan urusan akhirat (agama), tetapi pembedaan antara keduanya, sehingga sekularisme harus dipahami sebagai devaluasi sektor kehidupan dan demitologisasi.



















Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRADISI & KEPERCAYAAN YG MASIH ADA DI INDONESIA